Skip to main content

Di Balik Kisah Warga LDII Tala, Tugas Kemanusiaan dan Profesional Sebagai Tenaga Kesehatan Haji

 

Tidak pernah terbayang sebelumnya ia bisa beribadah haji di usia 35 tahun secara gratis. November tahun 2024 lalu, Diana Sriastutik Indrawati seorang dokter umum di Puskesmas Panyipatan, Tanah Laut, Kalimantan Selatan mencoba mendaftar sebagai Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI). Foto: LINES

TPI Al Manshurin - Tanah Laut (23/5). Tidak pernah terbayang sebelumnya ia bisa beribadah haji di usia 35 tahun secara gratis. November tahun 2024 lalu, Diana Sriastutik Indrawati seorang dokter umum di Puskesmas Panyipatan, Tanah Laut, Kalimantan Selatan mencoba mendaftar sebagai Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI). Dirinya terpilih setelah bersaing dengan 110 pendaftar lainnya.

Diana bercerita, hal terberat adalah saat menghadapi Tes Berbasis Komputer yang mencakup soal wawasan kebangsaan, regulasi haji, moderasi beragama, manasik haji, termasuk fungsi petugas haji. Selain itu, tes juga mencakup pengetahuan tentang pelayanan kesehatan, vaksinasi, dan penanganan kasus medis umum pada jemaah haji.

Meski demikian, jauh hari sebelum tes, Diana menyiapkan diri sebaik-baiknya. Mulai dari ratusan soal latihan dikerjakan, hingga memelajari berbagai referensi materi hingga ia dinyatakan lulus tes.

Belum bisa bernafas lega, Diana masih harus mengikuti tes wawancara dan kesehatan. “Harus menyiapkan fisik dengan baik. Hampir setiap hari lari keliling komplek rumah, minimal 30 menit tiap hari,” ujarnya.

Setelah melalui seleksi di tingkat Kabupaten dan Provinsi yang ketat, ia dan delapan orang lainnya pun dinyatakan lulus. Tahun ini, Kalimantan Selatan mendapat jatah kuota sembilan tenaga kesehatan yang berangkat sebagai petugas sekaligus berhaji.

Bagi Diana, menjadi TKHI bukan saja pengalaman profesional yang mengesankan dan langka, tapi juga menjadi pengalaman spiritual dan kemanusiaan yang sangat mendalam. “Saya merasa terhormat bisa menjadi bagian dari ibadah suci ini, sambil tetap menjalankan tugas sebagai pelayan kesehatan,” katanya haru.

Menjalani tugas sebagai tenaga kesehatan haji, kata perempuan yang juga istri dari Ketua DPD LDII Tala Anton Kuswoyo, dilalui dengan pelatihan beragam, sejak pagi hingga tengah malam. Terlebih, ia sebagai dokter juga harus melakukan berbagai simulasi penanganan pasien.

Diana Sriastutik Indrawati seorang dokter umum di Puskesmas Panyipatan, Tanah Laut, Kalimantan Selatan mencoba mendaftar sebagai Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI). Dirinya terpilih setelah bersaing dengan 110 pendaftar lainnya. Foto: LINES

Selain itu, memberikan penyuluhan saat manasik kepada calon jemaah haji. Diana juga mendatangi belasan jemaah lanjut usia (lansia) langsung untuk pengecekan kesehatan dan memantau obat-obatan yang harus dibawa calon jemaah haji. “Beruntung ada suami yang selalu mendampingi setiap saat, sehingga jalan yang ditempuh lebih nyaman dan aman,” ujar ibu tiga anak itu.

Setiap kelompok terbang (kloter) berjumlah sebanyak 419 jemaah haji dan hanya disediakan dua tenaga kesehatan. Menyadari tugas penting itu, Diana dan perawat yang mendampinginya tetap menangani para jemaah haji dengan baik.

“Selama penerbangan sekitar 13 jam dari embarkasi Banjarmasin menuju Jeddah, tak kurang puluhan jemaah haji yang minta diperiksa, cek tensi, cek darah, dan lain-lain. Sedangkan kami petugas kesehatan hanya dua orang saja sehingga meski kewalahan, tapi alhamdulillah dapat kami tangani semua,” kata dia.

Diana mengungkapkan, ia patut bersyukur karena melalui TKHI, dirinya juga bisa sekalian menunaikan ibadah haji. “Hal inilah tak bisa dinilai dengan uang. Apalagi jika melalui jalur reguler, ibadah haji baru bisa dilakukan puluhan tahun setelah daftar,” ujarnya. Di Kalsel misalnya, masa tunggu antrian haji hingga 38 tahun lamanya, meski ada alternatif Haji ONH Plus.

Dini hari pada 22 Mei 2025 waktu setempat, untuk pertama kalinya Diana menjejakkan kakinya di Jeddah. Tugas mulia melayani tamunya Allah sekaligus ibadah selama musim haji pun dimulai. (Kus)

Dengan mengedepankan kerjasama dan saling mendukung memperkuat dari Lima Unsur Pembina Generus (LUPG) yakni Alim Ulama, Muballigh Muballighot, Para Pengurus, Pakar Pendidik dan Orangtua maka diharapkan semua program yang telah disusun oleh Penggerak Pembina Generus (PPG) lewat sebuah wadah Taman Pendidikan Islam (TPI) bisa berjalan seperti yang diharapkan, sehingga tujuan utama pembinaan generasi penerus bisa tercapai, yakni menjadi generasi yang Alim Faqih, Berakhlaqul Karimah dan Mandiri. Maka dengan ini kami PAC LDII Kelurahan Baru Kecamatan Pasar Rebo Kota Administrasi Jakarta Timur bersepakat untuk mendirikan sebuah Taman Pendidikan non formal bernama Taman Pendidikan Islam Al Manshurin (TPI Al Manshurin) sebagai perwujudan karya bakti kepada Agama, Bangsa dan Negara.

Comments

Taman Pendidikan Islam Al Manshurin 2016-2025 Designed by Open Themes & Nahuatl.mx.